Dalam
kesempatan ini, saya sedikit menshare apa yang diperoleh dari hasil
diskusi bersama junior-junior saya di Semester 2 pada Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran kemarin (24 April 2013) *Kelas A dan B. Penjelasan yang saya
paparkan di sini merupakan jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan hebat dari
mereka. Trima kasih telah berpartisipasi aktif dalam Mata Kuliah ini,
teman-teman.
1. Di
dalam proses belajar pembelajaran, warga belajar harus menciptakan iklim kelas
yang kondusif agar semuanya dapat bersikap positif dalam belajar dan mengajar.
Dimulai dengan lingkungan belajar yang nyaman, ruangan bersih, sedikit
kebisingan di dalam kelas. Guru mengawali harinya dengan senyuman, ramah,
memberikan materi sepenuhnya. Akan terpancar aura semangat guru yang mengajar
dan yang tidak. Kemudian, siswa. Siswa harus memperhatikan materi yang
diberikan oleh guru, turut berperan aktif dalam PBM, no chat kecuali tentang
materi. Masalah gosip, nanti di luar. Dengan demikian, PBM akan terasa
menyenangkan. Bagi kita semua. Insya Allah.
2. Setiap
individu memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Teori Humanistik bertujuan
untuk memanusiakan manusia. Jadi, kaitannya dengan keduanya adalah bagaimana
manusia bisa memahami diri sendiri dan lingkungannya agar dapat melakukan
hal-hal yang positif demi mencapai aktualisasi diri yang baik pula. Contohnya,
kita mungkin sering kali bertanya dalam diri, ‘Saya ini bagaimana?
Kedepannya bagaimana? Sudah bagus gak selama ini yang saya lakukan?’ Kita
akan selalu mempertimbangkan tentang hal-hal apa saja yang telah terlewati dari
kita. Selalu mereview, merenungi, dan mengintropeksi diri. Kita telah dewasa,
sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Hanya ada beberapa faktor
yang pada akhirnya kita harus melakukan yang buruk. Terkadang. Semuanya
memiliki beberapa pertimbangan.
3. Carl
Rogers membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) Belajar yang bermakna dan (2)
Belajar tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik,
dan Belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan
peserta didik. Contohnya banyak terjadi di sekitar kita, misalnya: Belajar
yang bermakna (Belajar dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
cita-cita, dengan cinta dan semangat bahwa ‘Iya, saya bisa. Insya Allah!’), Belajar
yang tidak bermakna (Menghalalkan dengan segala cara untuk mendapatkan
nilai yang bagus. ‘Apapun itu, yang penting saya dapat A.’ Yang pada akhirnya
tidak akan ada apa-apanya di kemudian hari).
4. Manusia
unik tidak selamanya identik dengan manusia yang berbeda dari manusia pada
umumnya. Kalau menurut saya, bukan manusia unik, tapi manusia
yang unik. Karena unik itu berbeda dari yang lain. Tentunya kita
sebagai manusia pasti tidak mau dibanding-bandingkan sama orang lain, karena
kita memiliki ciri khas tersendiri juga. Punya kelebihan dan kekurangan yang
berbeda-beda pula.
Sekian apa
yang saya dapat paparkan dalam postingan kali ini. Jika dalam penjelasannya
masih kurang lengkap, mohon ditambahkan saja di dalam kolom komentar.
Trima kasih, khususnya saya ucapkan kepada Bpk. Ld. Supardi, S.Pd., M.Pd. yang telah
memberikan kepercayaan kepada saya untuk berdiskusi bersama-sama para junior.
Semoga menjadi lebih baik pada pertemuan berikutnya. Aamiin.